Yahoo Messenger

Jumat, Oktober 09, 2009

Hendrikx & The Guitar: A Destiny





The story of life is quicker than the wink of an eye
The story of love is hello and goodbye,
Until we meet again..


Ia gitaris, vokalis sekaligus penulis lagu.
Ia terlahir di Seattle, 27 November 1942.
Ia mendalami zona gitar khas rhythm & blues.
Ia terinspirasi Muddy Waters.
Ia mengawali karir sebagai penerjun militer.
Ia gitaris bernama awal Jimi James pada 1961-1966.
Ia membentuk Famous Flames di New York bersama James Brown.
Ia menjajaki manggung di café Wha! di Greenwich Village, New York.
Ia dipoles Charles “Chas” Chandler dari band Animals (Inggris).
Ia memotori Jimi Hendrix Experiences bersama Mitch Mitchell dan Noel Redding (Inggris).
Ia mencipta nomor keren Trio Experiences: Hey Joe, Purple Haze, dan Wind Cries Mary.
Ia membawa The Experiences beraksi di festival Olympia, Paris 1966.
Ia bersama The Experiences diundang ke Monterrey Pop Festival (1967).
Ia dan The Experiences menjadi band pendamping band The Monkees dari Amerika.
Ia terbiasa dengan suara musik hyperamplified, lirik tanpa basa-basi dan aksi membakar gitar!
Ia berbusana rompi berbordir bunga/geometris, ikat kepala ciri khasnya.
Ia rutin berkemeja ruffle berkerah lebar, kalung manik-manik dan jins belel.
Ia berpenampilan jaket beludru, jubah berumbai, sampai sepatu koboi.
Ia mendapat gelar “Artist Of The Year 1968” dari Billboard.
Ia membuat album “Are You Experienced?, Electric Ladyland, Axis: Bold As Love (1969) meraih platinum.
Ia kembali menggondol platinum untuk album Smash Hits (1970).
Ia dengan Buddy Miles dan Billy Cox dalam album live “Band Of Gypsys” (1970) mendapat cakram emas.
Ia diundang ke Woodstock 1969, summer festival tersukses sepanjang sejarah music rock.
Ia tampil bersama Janis Japlin, Joan Baez, Santana, The Who serta kwartet Crosby, Stills, Nash & Young. 
Ia adalah The Greatest Woodstock 1969.
Ia tertangkap di Toronto, tahun 1969 karena kepemilikan heroin.
Ia tewas di London, September 1970.


Hey Joe, I heard you shot your woman down
You shot her down now
Hey Joe, I heard you shot your old lady down
You shot her down in the ground
Hey Joe, said now, where you gonna run to now
Where you gonna run to?
Hey Joe, I said, where you gonna run to now
Where you, where you gonna go?
(I’m goin way down south, way down where I can be free.
Ain’t no one gonna find me! Ain’t no hang man gonna.
He ain’t gonna put a rape around me!)
You better belove it right now!
(I gotta go now!)
Hey, hey, hey, Joe.
You better run on down!
Hey, hey Joe, what’d I say
Run on down!
(Sumber: 30 Years Of Peace & Music, majalah Hai, edisi September 1999.)




(2 buah hasil karya penulis diatas dalam bidang fotografi, pernah di-publish dalam satu pameran fotografi pada tanggal 27 April – 01 Mei 2004, bertempat di selasar Gedung Fakultas Ekonomi, kampus Universitas Persada Indonesia – Yayasan Administrasi Indonesia (UPI-YAI) di Salemba – Jakarta Pusat. Pameran fotografi yang diselenggarakan oleh Angkatan V Tripot Photography dan berjudul “STEP FORWARD”. Penulis menempatkan 2 buah foto black & white pada pameran ini, portraiture photo yang berjudulHendrikx & The Guitar: A Destiny” dan human interest photography yang berjudul “Akh!! Rejeki Tak Lari Kemana”).

Jumat, Oktober 02, 2009

Karya Wan






Akh!! Rejeki Tak Lari Kemana..

(Ketika kaum urban bergerak massif menuju ibukota, terdapat sinergi positif dan sekaligus ekses negatif dalam keterkaitan antara keberadaan urbanisasi dengan pergerakan agresif modernisasi sebuah ibukota. Melimpah ruahnya tenaga kerja murah dan siap pakai, roda ekonomi semakin berputar aktif dan menggejala yang membuat pergeseran modal ke segala sektor massa maupun dilihat dari makro ekonomi. Meskipun demikian, jumlah besar calon pekerja tak berbanding lurus dengan ruang yang tersedia untuk manusia bekerja. Peluang semakin menyempit dan menuntut spesialisasi tiap pekerja produktif, sedangkan angka besar kaum urban justru pada tenaga kasar dan minim pendidikan. Terciptalah gelombang pemuatan pangsa tenaga kerja pada sector non formal, antara lain ojek sepeda di kawasan kota tua Jakarta, tepatnya di jantung museum Fathillah. Berbekal tenaga otot dan kemauan keras untuk bertahan hidup di kota Jakarta, mereka berduyun-duyun bekerja apa saja, dimana saja dan kapanpun siap mengais rejeki. Toh, tak selalu waktu harus dikejar terus menerus, spartan hingga harus forsir tenaga fisik. Beri ruang istirahat sejenak, sekedar menghela nafas untuk kembali bergegas siap mengayuh sepeda ontel tua.. Mereka tetap butuh ruang privasi meski cuma menyisakan tempat dengan bertepi kali di tengah reriuhan gerakan manusia disekelilingnya).
”Hari ini telah sekian rupiah kudapatkan, gerak badan ini kembali melemah payah. Cuacapun menuntut cepat, meski esok ‘kan datang lagi. Hendak kurebahkan raga ini sejenak. Akh!! rejeki tak lari kemana...”

Jumat, September 11, 2009

Rasa Rasio

EJA WANTAH

Emban amanat hamba ini ‘kan usaikan perjalanan
Kala sejumput rusuk engkau di bumi pun usai senja
Dia ada dalam keberadaanmu
Dia nyata warnakan buwana wahanamu

Untuk segala darinya dan semua kepadanya
Pun sepenggal jalan setengah galah
Bahkan separuh nafas ini
Ku tak akan pernah mampu memberinya

Duhai yang terkasih
Pada kesetiaan dan kesederhanaannya
Kuberjanji menepati bukti hati
Wahai yang tersuci
Padamu kumemohon niatkan diri untuk mengabdi
Bersamamu kupanjatkan puja-puji pada insani ini

Dunia indah dalam masalahnya bersama dirinya
Tak terkira segala ucapan cinta
Tak terduga setiap niatan amalan
Tak terasa semua peluh usaha
Tiada cukup untuk keberadaan
Pada keadaaan dalam keseharian hidupnya

Duhai sang pengisi kidung
Padanya kupasrahkan terang laju mendung
Wahai sang pewarna kalbu
Untuknya kuserahkan segenap awal ilmu
Padanya kepasrahkan ikhtiar nadiku
Untuk dia lewatmu legakan desahku
Dia milikmu untukku


MUTLAK KUMATI

Sekian lama kupandang cakrawala nan membentang lebar
Semakin panjang riwayat hitam kelamku terhampar
Nikmati hidup dengan enteng hidup sebisanya
Hadapi kematian jujur lapang sewajarnya
Manusia pun takkan terelakkannya
Hidup untuk kembali mati fana
Bila ku ‘kan sua dia segera
Hidup apapun kukerjakan
Cinta siapapun kudambakan
Kematian kapanpun kunantikan
Hidup datang dengan pasang surutnya
Cinta dia beranjak dari ketidakpastiannya
Kematian dia menetap dengan mutlak pastinya

Bahwasanya manusia dapat dekat dengan manusia lain
Sejatinya dia akan hidup dalam kesendirian
Manusia dan dunia tak terperikan beserta isinya
Kematian pun tak terbantahkan dengan waktunya
Kematian mutlak kepastiannya
Tanpa mata mampu menerawangnya
Tanpa telinga dapat menangkapnya
Tanpa mulut kuasa untuk membukanya
Tanpa hidung bisa mengendusnya
Ataukah semua pancaindera tiada mampu menalarnya

Umur rejeki amal dan nasib sekian manusia
Tipis dan teramat manis dalam sepersekian detik kematian
Tiap insan mati dalam kepastian
Kematian dengan mutlak pastinya
Untuk dia kepadanya mutlak matiku


PADA YANG BERSEGALA

Haruskah kembali ku memintamu
Setelah sekian lama rentang waktu ini
Diriku hanya bisa meminta
Meminta dalam segenap pujiku

Entah berapa kali dalam relung hati ini
Diriku bersimpuh untuk menuju lekukmu
Peluhku bersimbah dalam halus jemarimu
Selaksa sudah pelbagai impian candu ini

Kering sudah segala lendir pengharapanku
Lelah musnah dalam derap langkah penghidupanku
Tiada tersisa mungkin pula segala asa
Untuk mengharap dengan memintamu

Diriku terlalu hina nista
Hatiku nun dalam terlampau sesak ria dunia
Akalku hanya indah dalam dusta terpelihara
Hidupku penuh himpunan salah dosa
Kiprahku lengkap sudah melekat nestapa khilaf

Padamu kuberpaling untukmu kuberserah
Tempatmu segala inginku berduka
Labirinmu penuh tiap keluh kesah resahku
Insan pecinta tiada terkecuali

Ku meyakinkan diri ini dalam sisa hidupnya
Tiada buana tersempurna selain tempatmu
Takkan ada batasan akhir dalam pangkuanmu
Padanya untuknya segala padanya
Padamu yang bersegala
Padamu yang selalu bersegala

Elegi Untuk Senggigi















PADA NUSA TENGGARA..

Mari berwarta
Untuk sebuah wana banyu samudera

Mari berwisata
Pada anggun kemilau letak wahana

Mari bercerita
Dari awal singgah hingga lelah pijak kaki

Mari bercinta
Demi harum dupa nir dewata

Mari bermain
Di pusaran angin seroja nyiur menggoda

Mari bercermin
Untuk tegar tatap sisi satu mata rupa

Mari berdendang
Lewat hembus tiup seringai singa

Mari bertemu
Di selasar pesisir pasir selancar

Mari bertamu
Untuk reda dahaga mata sejenak

Mari berbicara
Dari lembaran retina terasa sejuk sukma

Mari berbahasa
Dengan cita warna sudut nusa tenggara


SARA SU SITA

Ale, ale, ale man
Arak teruna kajuman
Skek dua telu dait delapan
Kenjekak mengupi ngraos sejeloan

Ito lai nina-nina inges
Melengku ya sawek bakes
Arak dares laguk geres
Awasang lek nae epe loek teres

Olen geran haroo wah wah
Laguk balung ene jari cigah
Teh ta gitak puntik ungkah
Ono ate kanggo ku singgah

Melemak ku oros sampan
Kon gondang dait bayan
Tekelem ku menengah lek lebuan
Melengku mauk loek aran

Tebin ku mengan lek ite
Arak pelecing keto kete
Inak melengku lek berugak dait mate
Ku demen loek ate

Baro bae ku lalo bak teben
Lek antrang batur sik mbe demen
Ndek usak beli gramen
Aok su ene sumampar pas eken

Lamun arak ngebang becat
Arak mesjid nendek nggak ngeliwat
Laun awak di ito julat
Teh ta lampaq menjumat

Bak gondang segak gopur
Ku ketoang okatnaya mengan senggapur
Selapuk sameton ndek keang pupur
Epung piran ta bau menempur

Teh mendonga lo ndekman tindok
Semoga ta menjoja ampok
Nendeq kali jerih bak ite aok
Sila banjur bak lombok


PARA MAMPIR

Maafkan aku kerap kali memberatkanmu
Dua pertiga sepersekian sarat beban
Tempuh sepuluh kaki derap kaki
Lintas lalu lalang liar aliran

Aku sarat rindu singgahmu
Pada titik nol nirlaba
Riskan rawan kaki kiri kemudimu
Ringan rancak nian kanan jemarimu
Kamu cerdik kerap menjeratku
Keluh desah kesah dengus diri biasakan
Peluh basah kerah hangus pribadi tak biasa

Aku puja hadir datangnya
Pada gelinding bulat angkasa bawah
Pada sekian kerikil aral melintang
Pada lembar kain panas membiru
Alami tiap awal senyum bergincu muda
Selami sekian denyut selembut hanyut mata
Kecupi redup bulan perlahan rebah
Demi setarik hela udara
Untuk busa busa dunia


PEDANG - PEDANG TERAPUNG

Mungkin senyum selalu sayu ranum
Awali untuk membuka raga
Akhiri untuk melepas jiwa
Kenal senjata tiada waskita
Hapal perkakas kurang pamungkas
Dia buang pedang
Pada sebidang tanah belakang
Kemudi air pantau kilaunya
Temaram purnama balik kaki
Senandung tangis buka bilik hati
Cerdik nian benam raut untuk kawan
Kidung pedang terapung
Senantiasa sempurna seluruhnya
Relung kasmaran ruang rindunya
Lajang pun kijang kesekian kalinya
Tak perlu sendu seru
Tiada butuh keluh racunmu

Dia cintai hidupnya
Senyum sipu kian bertahta saja
Larungkan saja pedangmu
Indahkan saja biar terapung
Sajak sejak senja mainkan saja
Putar kemudi tebar kendali
Biarkan kilaunya yang menjagamu

Kaulah sumber cerita
Untuk tiap generasi baharimu
Biarkan pedangmu lahirkan kembali
Kau tetap benderang
Tebasan sinarnya kan redup
Airmu kan menguapkan tajamnya
Kau selamanya terang
Dia nikmati dirinya
Mainkan saja


BAIKNYA BERLALU

Sedari jelang penjual terompah kiranya
Sedikit warta untuk namanya
Duduk bersimpuh salam pertama
Ada kabar darimana anda
Suguhan karet mengental hitam
Dengus biji dibelah dua
Perawan saatnya tiba
Bersih basah raga keluhmu
Mari berbincang setelahnya

Kami hanya punya tangan dua
Kamu pilih yang mana
Kami kelapa tua
Kamu ambil saja kelapa muda
Kami suka terapung
Kamu larungkan saja pedangmu
Kami memilihmu

Kini kembali bermimpi
Bukan sekedar harapan khayali
Siang memang ‘kan terang benderang
Untuk malam sekedar kilau alangkah indahnya
Pun rindu hati ini bukan untuk memiliki
Aku hanya ingin berbagi
Mungkin sebatas warta bersambung
Atau sekedar cerita kota tua disana
Singgahku adanya kunikmati
Hanya menjalani sekedar berlakon
Hadapi hayati nikmati kumohon
Kesementaraanku untuk selamanya
Biarkanku mengalir disini
Rebahkan pedang ini biarkan terapung
Pertama diriku sementara
Seterusnya selamanya
Kami tetap memilihmu


LARUNGKAN PEDANGMU

Merajut sedari bulan awal hujan
Merapat lembar sesak kapal selat
Menunduk mata melebarkan kepala
Membumi sejenak tempat kelapa

Kembali merapat
Sekali mendarat
Berputar dua arah pasir
Berkelebat daerah pesisir

Satu penghuni dua pribumi
Pedas mengecap berarti jalan lurus
Buru satu tuan seribu
Alangkah baiknya berlalu

Nyiur menampar pasir
Mengkudu berbuah pala
Rusak bibir senyum tersungging

Satu dua kembali satu separo
Purnama sempurna penuh
Terkembang daratan tersiar samudera
Kartolewo sekali mengecap
Bukan sekali mendapat
Belum sempat terhisap
Purnama mendatang
Udang besar siap menjelang

Awal hari mendekat
Hitam pekat kelam
Panas atap singgah merapat
Lembayung hijau putih berempah
Senja menerjang kayu berpahat
Hitam pekat kelam sekali
Hitam pekat kelam suram selamanya


TUAN ANI

Naik dahaga berbukit raga
Selempar tombak sejumput rerumputan
Selaksa ilalang sarat gerbang
Liur menjalar antara dua jembatan
Rebah raga sejenak rasa resah
Penat keringat mungkin niscaya
Usahlah merindu pada sekecap lontar
Marilah bercumbu untuk kelana
Sejengkal dua pulau tak terasa
Sekejap satu belah mata pun alamiah
Satu tambatan hati
Dua pelabuhan perantara
Tiga wana layak jejaki
Untuk segenap peluh kenikmatan
Kala segala kidung dahaga
Terasa kiranya sang putaran pasir
Mungkin terasa adanya purnama
Sekian awal bocah bulat bugil
Terhitung bukit gadis tertutup kabut malu
Kembali menanjak
Memutar kemudi kiri
Menuju gubuk bergoyang
Tempat sarang kembar madu
Hunian akrab sang peternak
Peluk merah tinju hitam


JALAN LURUS

Bermula insan bercinta
Untuk sekedar lepas cerita
Mungkin tidak hambar warta
Senantiasa pesona bayu bergaris
Tanggal pencaharian biasa
Kotak kayu berderet angka
Kurang memacu berahi raganya
Pun sederet gigi tersungging tak tepat
Kemas banda secepat hari purnama
Rebah segera roda empat tak berangin
Pintu surga asal membuka hari
Sujud sembah puja puji tuhan di bumi
Lepas ringan bibir bercinta cita
Enteng hidup nikmati persinggahan
Lakon lajang layak lenggang
Meminta seribu tiada seratus
Layak lepas lega lelaki
Wahana kotak kuat kini membumi rapat
Resah rusuh rasa rasio nelangsa
Pun tiada tanda suka cita
Warta kini tiba paku buwana
Sua suasana pada hamengku
Mentari tak terputus dua putaran
Kaki menderap air menyerap harum
Nyawa beterbangan menyisir garis
Kembali wangi dupa menebak rupa
Sekedar minum air keadaan
Tali kekang lekat ikat kepala
Tapak tapak tak bergeser utara
Renyah resah reda
Kunyah kedap kelapa
Bumi bima biasa
Lurus lurus lurus letusan lurus


SINGGALAJU

Kecap nikmat nuansa sri cempaka bernas
Genap tuntas satu putaran kertas
Balik kemudi pada telur di ujung tanduk kuning
Merebah harap cinta sri paduka bumi
Dua tarik hari segera berlari
Sejawat seatap segar menanti paku buwana
Reguk teguk segenap lestari hamengku alam
Sebelum waktu rubuh terik ketujuh lekas bergegas
Putaran berat besi menggelinding mengaduh
Hampar pematang gersang rimba timur dwipa
Serang sebrang segera atau hengkang bendera
Duhai dewata kemana harum dupamu kini


KARTOLEWO

Dia beranjak dari mimpinya
Berlari terus tekan tapak kaki
Toh perjalanan tiada henti menanti
Sederet tanya jawab ada disana
Dia meluruhkan raganya
Demi selaksa ilmu jawa dwipa
Untuk segenap nyata dunia
Karena hidup berilmu di perjalanan
Dia memiliki kehilangan
Pada sebuah keluh racunnya
Akan cinta ragawi sang rinjani
Lewat peka rasa inderawinya
Semesta jagad terteguk sekejap
Enteng hidup dalam eja wantah
Sekian banda tiada bertuah
Deret ukur sangkar madu tak berbuah
Kotak kayu berkaki tak terjangkau
Pesona indah suasana negeri terlewatkan
Hal ihwal tanpa terkejar pudar
Lembar lontar hendak dia kuliti
Membuka segar kedap suara
Membelah air redup nirlelah
Mengiris bekas sayat bilik hati
Rona rupa raut topeng khayali
Asa tak bersua pada pekanya
Menemupadankan kebendaan keniscayaan
Candra kirana dewi nirwana lelah upahnya
Larungkan pedang pamungkas waskita
Biarkan burung azali lirih berjali
Ambilkan kelapa muda untuk sekedar
Jalan lurus tujuan kesekian kali
Harum dupa keseharian tak mampu alihkan
Tiga gugusan layak perjalanan
Kaki kini kerap menagih janji
Dia dan mimpi pun akrab kembali

Duh, Perempuan..

Dear Kauasmaranku,
Teriring setiap ketetapan hati dan olah pikir yang jernih untukmu, semoga kamu dalam keadaan sehat, selalu senang dan senyum senantiasa, amiin. Bermula dari rasa kangen dan segenap kebutuhan akan sedikit romansa pada khususnya, aku berniat untuk meluapkan sejengkal kegundahan hati, olah rasa dan cerna jiwa yang mendesak untuk dihambur lepaskan. Untukmu, Kauasmaranku tentunya..
08.00 WIB, kamar dalam pencahayaan gelap temaram, posisi rangka tubuh yang searah swastika dengan lipatan kasur busa, lembaran A4 kosong terang, pintu dan lembar jendela masih malu menerima tamu dan menutup dari dan menutup dari lemparan cahaya sang fajar, aku mulai mengguratkan segenap kekuatan hati melalui setiap hentakan lima jari. Untuk Kauasmaranku tentunya..
Tak terpikir untuk menunda isi cerita. Tak terungkap rencana yang matang. Aku mengalir, memberikan tetesan-tetesan tinta, meliuk liukkan ujung besi, membiarkan lembarnya terisi penuh, masih mengalir. Untukmu Kauasmaranku intinya..
Syahdan, lembaran kisah bermula dari kelas pertama ketika kita duduk satu generasi dalam jenjang pencarian di kota kecil kebanggaan kita. Aku mengalir. Untukmu Kauasmaranku, untukmu..
Awal mula aku memasuki gerbang sekolah, seperti biasa anak kampung mendengus luapan keramaian satelit kota. Aku berlima teman sedesa dengan rasa penasaran yang sama terpisahkan sekat-sekat perbedaan kelas. Mmh, aku masuk kelas 1A. Tidak ada sentuhan langsung dengan kaum hawa. Belum ada kebutuhan utama akan keberadaan seorang insan jelita. Nun jauh disana, terkumpul anak-anak istimewa dalam satu gelaran sebuah keunggulan kelas, tentu hanya berisi kumpulan anak-anak cerdas. Kamu berada diantara mereka. Tersimpan jarak yang jauh, tak tersentuh tepatnya antara kelas-kelas dikumpulan belakang dengan hal ekslusivitas kelas tersebut. Aku berada diantara rumput-rumput kecil yang lelah menengadah ke tembok-tembok pembatas yang berdiri kokoh menjulang menutupi jangkauan. Kau putri sang kepala sekolah, kau pun putri sang pembesar di desa terkaya. Kau tak terjamah. Pun kamu tak mudah disentuh penuh. Aku mungkin kurcaci kecil yang melihat sosokmu. Kamu mungkin putri yang hidup di abad renaissance. Hidup tercukupi di menara gading yang menjulang.
Hmm, parodi kehidupan pertama yang kudapatkan di bangku sekolah. Aku sadar dan segera bersandar, jelas aku hanya cuma bisa merayap di luar jangkauanmu. Kamu semakin membatu kukuh. Tidak banyak kesempatan. Jarang ada peluang. Welcome to the real world, untukmu aku bermimpi. Khayalan yang runyam, riskan..

Sejak engkau bertemu insan bermata lembut
Ada yang tersentak dari dalam dadamu
Kau menyendiri duduk dalam gelap
Bersenandung nyanyian kasmaran
Dan tersenyum entah untuk siapa
Namun engkau sedang berkhayal
Kepahatlah langit dengan angan
Kau ukir malam dengan bayang-bayang
Janganlah engkau simpan dalam duduk
Malam kau sapa lewat tanpa nyawa
Bersikaplah jujur dan terbuka
Tumpahkanlah perasaan yang sarat
Dengan cinta yang panas bergelora
Barangkali takdir telah berbicara
Ia diperuntukkan buatmu
Dan pandangan matanya memang buatmu
Mengapa harus sembunyi dari kenyataan
Cinta kasih sejati kadang datang tak terduga
Bergegaslah bangun dan bermimpi
Atau engkau akan kehilangan keindahan
Yang tengah engkau genggam
Anggap saja takdir telah berbicara
Ia datang dari langit buatmu
Dan pandangan matanya khusus buatmu

(Kali pertama menulis satu surat pribadi untuk satu pujaan justru ketika media itu telah kian langka berganti pesan pendek dan kiriman kawat elektronik. Untuk sang penadah hati, padanya lembaran cerita di awal surat dan sebagai penutup tarikan kuas khas Ebiet G. Ade dikirimkan sekaligus. Sebuah awal perkenalan di dunia hampa logika dan raja rasa. Indah, menggugah, namun riskan dan runyam sekaligus).

Colour Player & Irfan Fadhili

Pengantar blog dibawah yang berupa 3 buah tulisan lebih berfungsi hanya sebagai pembuka cakrawala dan sekedar penghantar dari sekian tulisan dalam wadah Colour Player ini. Mohon berkenan saya perkenalkan, satu sosok yang musykil, individu nan peka-egosentris, lelaki yang terkesan ganjil meski berkepribadian liat stabil.
Detail tulisan berikut tentu akan penulis perlengkap dan perjelas melalui tulisan-tulisan didalam media blog ini. Silakan simak perlahan, buka dialog, mohon tanggap bebas secara cerdas dan mari bahas secara lugas.

Colour Player..
Wadah blog pribadi semi-privasi ini sengaja penulis tumbuhkembangkan dengan sebuah nama Colour Player, sebuah citra persona. Dalam artian citra, untuk sekadar menunjukkan berbagai gambaran satu pribadi beserta hasil olah pikir dan olah gerak tangan yang menuntunnya dalam bentuk pelbagai tulisan yang berupa (lebih tepatnya yang berusaha menyerupai) esai, tulisan-tulisan dalam ranah psikolinguistik serta sedikit cerita warta perjalanan arung wisata sang penulis sendiri. Hal-hal tersebut nanti tertulis secara pribadi-mandiri, karya sendiri tanpa urun tangan pihak lain, eigen haard veel waard (dapur sendiri sangatlah berharga). Demikian halnya dengan persona (menilik ibu bahasa yang bisa diartikan sebagai topeng) untuk keberadaan Colour Player (seterusnya dipergunakan untuk pengganti nama penulis), yang dapat saya panjanglebarkan sebagai berikut:
“Sebuah kondisi ketika satu pribadi menggerakkan hati dan olah pikirnya untuk senantiasa melihat berbagai kemungkinan, menangkap satu dua kejadian dengan berbagai sudut pandang sekaligus menggoreskannya sebagai satu rujukan keberpihakan pada kehidupan yang beraneka, bukan hanya arahan yang berbentuk saran anjuran pada satu sisi permasalahan. Laksana kucuran tinta berwarna pada satu media tiga dimensi, ia membentuk berbagai butiran senada pada satu sisi dan sekaligus bercampur baur dengan berbagai kemungkinan gumpalan warna tak sejenis pada sisi satunya. Ia larut dan menikmati aneka peran hidupnya dalam kurun waktu tertentu. Lakon ini terkesan liar, penuh gejolak kebutuhan berbagi peran dan haus akan realitas sekelilingnya. Pribadi yang merasa lebih pendengar meski tak ragu melaju di garda depan sendirian, mandiri dalam kesederhanaan namun peka secara positif pada berbagai keadaan. Ia butuh membentuk dunia yang berwarna nan serasi. Ia ingin bermain dengan ilmu didasarnya, berharta dengan ilmu menjaganya, bekerja dengan awal tangan diatasnya, dan mampu melihat beragam tanya pada satu kejadian. Seterusnya menuntun akal hati secara berurutan dan sinergis agar makna kemanusiaan tak sebatas perilaku kebebasan semu menggelikan, perilaku yang bebas-liar namun semakin dangkal. Bermain warna penuh sekaligus memberi arti sebuah kehidupan.”

Irfan Fadhili..
Segala tema besar dan luhur selalu menarik hatinya
Sekaligus justru ia polos menggumam naif
Layaknya anak kecil ketika balon hijaunya meletus
Hal ihwal besar mampu ia perpanjang lebar
Tanpa kelihatan mengumbar petuah tak bertuan
Ia mengalir jujur lugas nan bernas
Ia mampu dengan cepat mengambil keputusan kecil
Meski demikian akan terlihat nampak bagi orang terdekat
Ia tenang dan hati-hati dalam pertimbangan yang besar
Ia menyimak dengan cermat
Diam kaku cenderung menunggu
Lalu bergerak teratur untuk satu peristiwa yang menggugah kepekaannya
Pada satu kejadian justru berbagai kondisi akan dimunculkan olehnya
Ia peka pada kenikmatan lima inderawi
Yang melengkapi satu kepuasan batin yang manusiawi
Ia menikmati kelembutan nada sekaligus kekakuan komposisi swing
Gelap baginya hanya kurang cahaya
Sebagai media yang mampu ia lukis cetakkan
Ia lihai, lugas dan terlihat sangat bugar
Untuk terlibat pada tiap hiruk pikuk permainan olahraga bola
Ia rutin menggiring bola ke segala arah sasaran
Ia peka mengamati lemparan bola basket
Ia dapat menyimak arah perpindahan bola voli
Ia mampu mendengar kerasnya lapangan liat tenis
Ia cepat melirik terbang jatuhnya bola golf
Ia tentu tak awam oleh jenis olah bola lainnya
Ia memahami perubahan waktu
Dengan mencoret tiap arah berfikir
Lalu menggoreskannya di kertas bekas satu sisi
Ia mampu membawa kawan dan lawan berbicara
Ia pun mendengar terhadap kesan-kesannya
Gaya bicaranya terlalu hidup untuk dianggap tergesa-gesa
Meski ia membuktikan bahwa kesan-kesannya itu tahan lama
Bahkan memesonakan bagi telinga yang terdekat
Ia tulus hati untuknya yang terjauh
Ia senantiasa jujur untuk dirinya
Terutama dimana kejujuran menjadi peredam rancunya logika
Ia mampu nyaman pada sekian kondisi yang ada di depan mata
Dan sekian jarak akan dipijak kakinya
Ia selalu ramah terhadap tamu-tamunya
Dan menjadikan mereka segala orang yang menderita
Untuk kemudian bersamanya layak berbahagia
Ia peka terhadap cinta dan kesetiaan
Untuk asmara Arjuna dengan Sembadra
Pada lakon Pronocitro bersama Roro Mendut
Kepada romansa Qais dan sang Laila
Persembahan karya Timur Lenk untuk Khanoum
Keagungan cinta Syah Jehan pada Arjumand Banu
Ia mengaku bodoh untuk pesona perempuan yang mengumbar di dekatnya
Namun untuk perempuan yang nun jauh di luar jangkauan
Mampu ia tarik kembali untuk menengadah harap
Ia dengan mudah sanggup membagi rona kasmaran pada sekian perempuan
Ia hanya ingin menebar terus benih pesona
Memuja muji harum wanita tanpa harus tertarik memetik sari putiknya
Ia niatkan menjaring segala cinta
Menebar wanginya pada sekian wanita
Ia terlahir untuk tak terpahamkan kawan sekitar
Ia mentakdirkan diri untuk memahami lawan dan lingkungan
Kelak hanya yang satu mampu ia pahamkan
Ia mengaku lemah dalam hal-hal yang kecil
Meski tetap mengindahkan pesona arti indah hal ihwal yang kecil
Ia rendah hati sekaligus lugas keras
Riskan bagi orang yang melawannya
Ia tidak mengenal kata selesai dengan Tuhan
Ia hanya bisa menangis diam
Merintih sepi mengaduh lirih
Hanya untuk menarik minat kecilnya akan makhluk kecil ini
Ia mengikhlaskan waktunya berdetak
Ridha hidupnya diam serentak bersama ibunda tercinta


Psycholinguistic, Essay And His Odyssey
Psycholinguistic..
Psikolinguistik menjadi bahan awal ketertarikan penulis dalam menuangkan isi pikiran dan perasaan melalui media tertulis. Penulis ingin mengembangkan satu kemampuan mendasar mengenai kemampuan untuk menemukenali seluk beluk kemunculan suatu tata bahasa. Psikolinguistik termasuk cabang dari psikologi kognitif sehingga tidak terlalu awam bagi penulis yang mempunyai latar belakang psikologi meski hanya paham ihwal yang sedikit, kasar dan yang mendasar. Ditambah pengertian awal yang diberikan oleh Henry Guntur Tarigan, bahwa psikolinguistik merupakan importasi linguistik kedalam psikologi, dan bukan sebaliknya importasi ilmu psikologi kedalam linguistik, semakin mempermantab kebutuhan penulis untuk semakin mempelajarinya. Robert Lado, bahkan mengemukakan bahwa psikolinguistik, berupa pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak begitu mudah tercapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah/sendiri-sendiri. Ihwal definisi-definisi diatas semakin menarik ketika Emmon Bach, menjelaskan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara/pemakai suatu bahasa membentuk/membangun atau mengerti kalimat-kalimat bahasa tersebut.

Untuk memberikan sedikit gambaran mengenai ihwal psikolinguistik, berikut definisi-definisi dari Wikipedia. Psikolinguistik adalah penggabungan antara dua kata 'psikologi' dan 'linguistik'. Psikolinguistik mempelajari faktor-faktor psikologis dan neurobiologis yang memungkinkan manusia mendapatkan, menggunakan, dan memahami bahasa. Penelitian modern menggunakan biologi, neurologi, ilmu kognitif, dan teori informasi untuk mempelajari cara otak memroses bahasa. Psikolinguistik meliputi proses kognitif yang bisa menghasilkan kalimat yang mempunyai arti dan benar secara tata bahasa dari perbendaharaan kata dan struktur tata bahasa, termasuk juga proses yang membuat bisa dipahaminya ungkapan, kata, tulisan, dan sebagainya. Psikolinguistik bersifat interdisipliner dan dipelajari oleh ahli dalam berbagai bidang, seperti psikologi, ilmu kognitif, dan linguistik. Psikolinguistik adalah perilaku berbahasa yang disebabkan oleh interaksinya dengan cara berpikir manusia. Ilmu ini meneliti tentang perolehan, produksi dan pemahaman terhadap bahasa.
Subdivisi psikolinguistik, yang didasarkan pada komponen-komponen yang membentuk bahasa, antara lain: Fonetik dan fonologi mempelajari bunyi ucapan. Di dalam psikolinguistik, penelitian terfokus pada bagaimana otak memproses dan memahami bunyi-bunyi ini. Morfologi mempelajari struktur kalimat, terutama hubungan antara kata yang berhubungan dan pembentukan kata-kata berdasarkan pada aturan-aturan. Sintaksis mempelajari pola-pola yang menentukan bagaimana kata-kata dikombinasikan bersama membentuk kalimat. Semantik berhubungan dengan makna dari kata atau kalimat. Bila sintaks berhubungan dengan struktur formal dari kalimat, semantik berhubungan dengan makna aktual dari kalimat. Pragmatik berhubungan dengan peran konteks dalam penginterpretasian makna. Studi tentang cara mengenali dan membaca kata meneliti proses yang tercakup dalam perolehan informasi ortografik, morfologis, fonologis, dan semantik dari pola-pola dalam tulisan.

Essay..
Esai, dimaksudkan sebagai semacam komentar, tapi juga semacam gumaman, seperti kalau kita berbicara sendiri atau mencoret-coretkan kalimat diatas kertas kosong ditengah suara orang ramai. Esai dan non fiksi ini sengaja dikumpulkan untuk konsumsi non-spesialis, dengan isi, gaya dan citra yang santai, mungkin garing, sebisa mungkin menghindari kesan akademik. Satu sisi dengan beberapa kemungkinan menyertainya. Colour Player menikmati berdialog dengan siapa saja: buruh bangunan, pedagang mainan asongan, penjual bakso, juragan barang loak, mandor proyek, fotografer amatir-partikelir dan tentu dengan diri-egonya sendiri. Ia terdengar paling nyaman kalau sedang berada di tengah-tengah wong cilik awam, orang kebanyakan. Ia justru ingin menempatkan dirinya seperti seorang karakter minor pada dialog Plato. Hmm, ia hanya seseorang dengan lakon sang Kephalos atau Ekhekrates, yang hanya sesekali menyeletuk, memancing orang-orang di sekitarnya untuk terus berbla-bla-bla menjadi Sokrates-sokrates kecil. Syahdan, dalam suasana yang lebih formal, ia menjadi lebih introspektif, kian kontemplatif bahkan cenderung murung. Nuansa lumrah ketika tiba-tiba ia bisa mengganti kata ganti personalnya dari “saya” menjadi “aku”. Seakan-akan dia tiba-tiba perlu menyepi sendiri di tengah-tengah keramaian. Baginya keramaian adalah tembok amat kukuh bagi celah-celah ilmu pengetahuan dan kedalaman. Justru suasana sepi nan ramai inilah yang memberinya kemampuan awal untuk menganalisa sekelilingnya dengan jernih dan bernas. Membaca dan banyak membaca untuk terus membaca mungkin salah satu kunci menjadi Colour Player. Mengisi terus kucuran bensin otak. Colour Player, sebagai suatu catatan tambahan, seringkali terdapat nama pengarang atau nama judul buku yang dikutip oleh penulis. Ia tanpa sengaja bahkan terus asyik menambal sulam satu ide dan berbagai mini kalimat yang tersedia. Dalam lalu lintas ide dan peristiwa-peristiwa, hal itu disengaja, sekadar untuk memancing minat para pembaca untuk menjejaki pikiran yang tersirat didalamnya lebih lanjut. Untuk itulah, satu daftar kepustakaan disertakan di bagian akhir. Sekaligus hal itu untuk jadi tanda pengakuan si penulis, bahwa ia tidak berhak mengklaim orisinalitas pikiran siapapun, ataupun sifat eksklusif dari bahan. Kumpulan tulisan dalam Colour Player berusaha menjadi semacam senandung yang tidak hanya menyimpulkan sikap personalnya menghadapi pilihan-pilihan susah di sekelilingnya, tapi juga membuka kemungkinan bagi alternatif lain –yang barangkali bisa ditemukan dengan mendalami pilihan-pilihan yang ada. Colour Player bukan anti perubahan –namun ia tak punya resep atau cara langsung untuk mengubah masyarakat. Disitulah ia mungkin berada dalam posisi ambivalen –antara ya dan tidak. Idealisme tanpa pijakan realitas menjadikan orang pemimpi dan sekaligus pembohong. Sedang realisme tanpa nilai-nilai ideal akan menjadikan orang hidup tanpa martabat. Skeptisme sebagai cara untuk mencari kebenaran memang mempunyai tempat dalam khasanah pemikiran filsafat. Ia merelatifikasikan segala macam kebenaran yang sempat terumuskan. Suatu rumus, kecuali bisa mengungkap kebenaran juga berkecenderungan memenjarakan kebenaran baru yang mungkin tercipta. Sikap skeptis memberi ruang untuk tidak terjebak dalam dogmatisme atau fanatisme terhadap suatu sikap. Dan Colour Player akan terus bekerja dengan pertanyaan-pertanyaan. Ia mungkin tidak hanya berpikir mengubah keadaan, tetapi juga praktek serta arah perubahan yang bakal terjadi. Ia tetap seorang yang bimbang dengan apa yang ada. Seorang yang tak habis-habisnya mengunyah pertanyaan. Di satu pihak ia tidak kehilangan yang ideal, di pihak lain ia bisa memenuhi batasan-batasan yang ditentukan keadaan. Ia tidak jatuh pada sikap pasrah atau sinisme. Ia bergerak di dataran ide-ide. Menyimak seluruh rangkaian Colour Player di wadah blog ini, agaknya pertanyaan yang muncul adalah: bagaimana menumbuhkan dengan sabar keadaan yang lebih dalam –entah untuk menerima atau menolak keadaan. Perubahan tidak hanya terjadi ketika orang menolak. Pun penolakan tidak selalu harus melahirkan sesuatu yang baru. Adakalanya sebuah penerimaan juga tidak bisa hanya diartikan sebagai langkah pengukuhan status quo. Penolakan terhadap sebagian hal yang dianggap “buruk” ditambah penerimaan sebagian hal yang dianggap “baik”, juga tidak segera menyelesaikan soal. Bahwa apa yang dianggap “buruk” dan “baik”, itulah yang justru harus dipersoalkan secara lebih mendalam. Namun pemikiran skeptis memang tak jarang menjengkelkan orang, karena ia jauh dari kepentingan praktis kebanyakan orang. Dalam usahanya menanggapi dilema tersebut –yang mungkin sebagian sudah menjadi kegiatan rutin– ia pun menulis. Dari seluruh nada renungan dan penyampaiannya, ia secara implisit hendak menjelaskan bahwa sikap-sikap skeptisnya tidak dikukuhinya sebagai suatu sistem yang kaku –tetapi sebagai cara yang terbuka untuk mencari pengertian baru yang lebih lengkap tentang kenyataan hidup sehari-hari. Semoga.
Ia tanpa sengaja bahkan terus asyik menambal sulam satu ide dan berbagai mini kalimat yang tersedia. Dalam hubungan itu, ia banyak memanfaatkan tamsil awam, pengibaratan, ihwal perumpamaan, cerita lakon sejarah, riwayat para tokoh semenjana maupun legendaris, kutipan renungan dan ritus keagamaan, serta menimba inspirasi dari berbagai literatur –meski jauh dari pretensi untuk membuat suatu karya ilmiah nan pelik: kumpulan karangan ini pula tidak dimaksudkan apalagi sebagai semacam kumpulan kuliah beraksara rumit. Sambil menawarkan pertanyaan-pertanyaan yang syukur bisa merangsang perluasan cakrawala pandangan yang ada. Dan lepas dari hasil akhir yang dicapainya dalam pencarian itu –apakah kita menyetujuinya atau tidak- pertanyaan- pertanyaan yang dirasa perlu telah dikemukakan. Colour Player tidak memberi petunjuk apapun –bahkan tidak mengambil sikap tegas terhadap pilihan-pilihan susah di sekelilingnya. Ketegasan bukanlah bahasa Colour Player. Disini sebagian orang –sekali lagi- boleh kecewa dan memendam rasa jengah.

His Odyssey..
Secara harfiah, kata Odyssey bermuka dua dengan kata Adventure, Backpacker, Journey, Long Road, Pilgrimage, Rovers, Tracking, Transit Longer, Trip, dan lain kata sejenis. Semuanya memberikan satu gambaran awal sebuah perjalanan, fisik dan batiniah. Penulis berusaha memberikan gambaran lanjutan lainnya yang pernah teralami dan hendak berbagi. Penulis menikmati tiap perjalanan lahiriah, dari dan menuju, singgah kemudian laju kembali. Ia tenang menjajaki tiap kesempatan dalam posisinya sebagai sang peziarah. Berlalu pergi dengan satu tujuan untuk kemudian kembali pulang ke asal. Ia justru menangisi lakon perjalanan insan sebagai seorang pengelana yang tak bertujuan, banyak arah sasaran lupa akhir perjalanan. Ia menikmati petualangan ulang-alik yang serius dan yang remeh murah. Ia butuh berdialog dengan perjalanannya. Umar Kayam dalam buku “Dialog”, kitsch adalah seni hiburan yang popular dan biasanya komersil. Kitsch mempunyai ciri gampang dimengerti, gampang dikunyah, tidak menuntut partisipasi yang jauh dari penggemarnya, tidak menuntut pemikiran yang mendalam dari audience dan selalu siap sedia untuk disantap langsung dan segera. Kitsch adalah produk masyarakat yang bergerak dari statusnya yang feodal-agraris menuju ke status masyarakat kota yang modern, demokratis dan komersiil. Umar Kayam dengan gamblang mampu menjelaskan bahwa lelucon, “logika bengkok” katanya, merupakan katarsis buat sumpeknya hidup, mempertimbangkan kemungkinan kekonyolan dan kebodohan kita ... untuk justru menormalkan kehidupan kita. Kesusastraan, konon, mengajar kita untuk selalu mempertimbangkan kemungkinan yang banyak dari kemampuan manusia. Ketiganya –perjalanan, kesusastraan, lelucon plus lawakan, selalu kita butuhkan sebagai pengalihan perhatian. Rutin kehidupan kadang-kadang membuat kita menjadi bagian dari satu jam besar yang begitu rumit sekrup-sekrupnya. Rutin kehidupan juga kadang-kadang membuat kita merasa menjadi bagian dari barisan panjang yang berbaris di satu tempat saja. Ketiganya memberi tahu juga bahwa di sela-sela yang rutin itu banyak pilihan dan alternatif, bahwa yang rutin itu tidak usah selalu membosankan. Colour Player sebagai media penyampaian refleksi diri semoga dapat memenuhi salah satu aspek kebutuhan tiap personal untuk memikirkan kembali, dalam suasana yang lebih tenang, peristiwa yang dialami sehari-hari. Suasana reflektif ini merupakan kebutuhan spiritual yang semakin hari semakin meningkat, sepadan dengan perkembangan masyarakat yang semakin disibukkan oleh bermacam kegiatan rutin. Suasana keletihan mental menghadapi rutin inilah yang mungkin akan menempatkan renungan-renungan Colour Player dalam kedudukan sebagai salah satu pemenuhan yang relevan dengan berpikir ulang, mencari persektif, dengan mempertanyakan kembali pemikiran-pemikiran yang ada, diharapkan kesadaran yang baru dapat ditumbuhkan dan visi kehidupan dapat disegarkan. Semoga.

Sabtu, Agustus 29, 2009

3Prologu3

KAMAR KERTAS KARAM

Memandu tulang kering saudagar
Dengan rengekan mesin trisula nan berjarak
Menyapu helaian mahkota dengan seretan kuku
Dengan siku berdesakan
Memadu belaian kalbu
Dengan kibaran helai pendek tergerai kehitaman
Memangku jemari angan
Dengan seonggok rotan tua bersandar
Melaju harapan diri
Dengan deretan roda baja tua berpenghuni
Memacu peluh raga
Dengan pelepah daun karet keputihan
Selarik kata tanpa makna
Selaras jiwa penuh rasa
Sepuluh purnama dalam lingkup zaman masa
Dan musim tersisa
Segala larut
Segala campur
Nuansa romansa
Dan suasana nostalgia
Ataupun segala cerita


ENTENG HIDUP

Bukan sekadar kepasrahan individu
Dalam menerima takdir
Dan tak terbatas pula pada sikap pribadi pasif
Dalam menghadapi kondisi terkini

Melainkan sebagai pola pikir
Arah bersikap dan sekaligus tindakan nyata
Yang diarahkan untuk lebih sadar terhadap keadaan
Serta lebih sabar menghadapi kenyataan

Enteng hidup tidak hanya menjadikan hidup lebih mudah
Tak pula menjadikan kehidupan sekadar berjalan lumrah
Enteng hidup memberikan pemahaman secara lebih indah
Pada kehidupan untuk keseharian sebagai yang berfaedah

Enteng hidup bukan sebatas adagium
Enteng hidup tak pula norma umum

Enteng hidup tidak berniat memberikan petuah
Dia pun tidak bermaksud melancarkan perintah
Enteng hidup terlalu berlebihan sebagai satu anjuran
Dia selalu kekurangan dalam hal pedoman ataupun sekian saran

Pikirkan berkala enteng hidup
Katakan senantiasa enteng hidup
Lakukan secara enteng hidup
Semoga berkenan dan senantiasa berkesan
Semoga


CINTA ATAU YANG LAIN

Energi terbesar manusia terkerahkan untuk sebuah kata
Yang menjadi persoalan bukan pada apa atau mengapa
Melainkan bagaimana hal tersebut nyata adanya

Aku ingin memujimu tanpa harus memujamu
Aku pun mencoba untuk memilihmu
Pada insan inginku tanpa harus memiliki
Kepemilikan mutlak milik Dzat Yang Satu

Diriku tak sengaja menyelami
Tiada rasa bertukar beban
Tak sekedar perihal serasa
Kita hanya saling berbagi
Tiada hari tanpa memberi
Hidup bukan untuk cinta
Hiduplah dengan cinta

Tanpa hati kita tak akan pernah menang
Untuk membuktikan kemenangan cinta
Lakukanlah hal yang terburuk sayang
Kehebatan cinta terletak pada ketidakdugaannya

Setiap pagi adalah sebuah keajaiban
Setiap keajaiban adalah wujud nyata insan pencinta

Dia tak terelakkan bersama harum segarnya dupa syurgawi
Dia pun tak terkirakan perih duka lara manusianya
Dia berbeda antara sebuah cerita dengan sebuah realita
Dia biasa berlainan dalam perasaan dengan harapan
Dia kerap berlawanan dengan nalar dan kenyataan
Sejatinya dialah yang akan memilihmu
Naluri cinta dalam hakikatnya