Yahoo Messenger

Jumat, September 11, 2009

Elegi Untuk Senggigi















PADA NUSA TENGGARA..

Mari berwarta
Untuk sebuah wana banyu samudera

Mari berwisata
Pada anggun kemilau letak wahana

Mari bercerita
Dari awal singgah hingga lelah pijak kaki

Mari bercinta
Demi harum dupa nir dewata

Mari bermain
Di pusaran angin seroja nyiur menggoda

Mari bercermin
Untuk tegar tatap sisi satu mata rupa

Mari berdendang
Lewat hembus tiup seringai singa

Mari bertemu
Di selasar pesisir pasir selancar

Mari bertamu
Untuk reda dahaga mata sejenak

Mari berbicara
Dari lembaran retina terasa sejuk sukma

Mari berbahasa
Dengan cita warna sudut nusa tenggara


SARA SU SITA

Ale, ale, ale man
Arak teruna kajuman
Skek dua telu dait delapan
Kenjekak mengupi ngraos sejeloan

Ito lai nina-nina inges
Melengku ya sawek bakes
Arak dares laguk geres
Awasang lek nae epe loek teres

Olen geran haroo wah wah
Laguk balung ene jari cigah
Teh ta gitak puntik ungkah
Ono ate kanggo ku singgah

Melemak ku oros sampan
Kon gondang dait bayan
Tekelem ku menengah lek lebuan
Melengku mauk loek aran

Tebin ku mengan lek ite
Arak pelecing keto kete
Inak melengku lek berugak dait mate
Ku demen loek ate

Baro bae ku lalo bak teben
Lek antrang batur sik mbe demen
Ndek usak beli gramen
Aok su ene sumampar pas eken

Lamun arak ngebang becat
Arak mesjid nendek nggak ngeliwat
Laun awak di ito julat
Teh ta lampaq menjumat

Bak gondang segak gopur
Ku ketoang okatnaya mengan senggapur
Selapuk sameton ndek keang pupur
Epung piran ta bau menempur

Teh mendonga lo ndekman tindok
Semoga ta menjoja ampok
Nendeq kali jerih bak ite aok
Sila banjur bak lombok


PARA MAMPIR

Maafkan aku kerap kali memberatkanmu
Dua pertiga sepersekian sarat beban
Tempuh sepuluh kaki derap kaki
Lintas lalu lalang liar aliran

Aku sarat rindu singgahmu
Pada titik nol nirlaba
Riskan rawan kaki kiri kemudimu
Ringan rancak nian kanan jemarimu
Kamu cerdik kerap menjeratku
Keluh desah kesah dengus diri biasakan
Peluh basah kerah hangus pribadi tak biasa

Aku puja hadir datangnya
Pada gelinding bulat angkasa bawah
Pada sekian kerikil aral melintang
Pada lembar kain panas membiru
Alami tiap awal senyum bergincu muda
Selami sekian denyut selembut hanyut mata
Kecupi redup bulan perlahan rebah
Demi setarik hela udara
Untuk busa busa dunia


PEDANG - PEDANG TERAPUNG

Mungkin senyum selalu sayu ranum
Awali untuk membuka raga
Akhiri untuk melepas jiwa
Kenal senjata tiada waskita
Hapal perkakas kurang pamungkas
Dia buang pedang
Pada sebidang tanah belakang
Kemudi air pantau kilaunya
Temaram purnama balik kaki
Senandung tangis buka bilik hati
Cerdik nian benam raut untuk kawan
Kidung pedang terapung
Senantiasa sempurna seluruhnya
Relung kasmaran ruang rindunya
Lajang pun kijang kesekian kalinya
Tak perlu sendu seru
Tiada butuh keluh racunmu

Dia cintai hidupnya
Senyum sipu kian bertahta saja
Larungkan saja pedangmu
Indahkan saja biar terapung
Sajak sejak senja mainkan saja
Putar kemudi tebar kendali
Biarkan kilaunya yang menjagamu

Kaulah sumber cerita
Untuk tiap generasi baharimu
Biarkan pedangmu lahirkan kembali
Kau tetap benderang
Tebasan sinarnya kan redup
Airmu kan menguapkan tajamnya
Kau selamanya terang
Dia nikmati dirinya
Mainkan saja


BAIKNYA BERLALU

Sedari jelang penjual terompah kiranya
Sedikit warta untuk namanya
Duduk bersimpuh salam pertama
Ada kabar darimana anda
Suguhan karet mengental hitam
Dengus biji dibelah dua
Perawan saatnya tiba
Bersih basah raga keluhmu
Mari berbincang setelahnya

Kami hanya punya tangan dua
Kamu pilih yang mana
Kami kelapa tua
Kamu ambil saja kelapa muda
Kami suka terapung
Kamu larungkan saja pedangmu
Kami memilihmu

Kini kembali bermimpi
Bukan sekedar harapan khayali
Siang memang ‘kan terang benderang
Untuk malam sekedar kilau alangkah indahnya
Pun rindu hati ini bukan untuk memiliki
Aku hanya ingin berbagi
Mungkin sebatas warta bersambung
Atau sekedar cerita kota tua disana
Singgahku adanya kunikmati
Hanya menjalani sekedar berlakon
Hadapi hayati nikmati kumohon
Kesementaraanku untuk selamanya
Biarkanku mengalir disini
Rebahkan pedang ini biarkan terapung
Pertama diriku sementara
Seterusnya selamanya
Kami tetap memilihmu


LARUNGKAN PEDANGMU

Merajut sedari bulan awal hujan
Merapat lembar sesak kapal selat
Menunduk mata melebarkan kepala
Membumi sejenak tempat kelapa

Kembali merapat
Sekali mendarat
Berputar dua arah pasir
Berkelebat daerah pesisir

Satu penghuni dua pribumi
Pedas mengecap berarti jalan lurus
Buru satu tuan seribu
Alangkah baiknya berlalu

Nyiur menampar pasir
Mengkudu berbuah pala
Rusak bibir senyum tersungging

Satu dua kembali satu separo
Purnama sempurna penuh
Terkembang daratan tersiar samudera
Kartolewo sekali mengecap
Bukan sekali mendapat
Belum sempat terhisap
Purnama mendatang
Udang besar siap menjelang

Awal hari mendekat
Hitam pekat kelam
Panas atap singgah merapat
Lembayung hijau putih berempah
Senja menerjang kayu berpahat
Hitam pekat kelam sekali
Hitam pekat kelam suram selamanya


TUAN ANI

Naik dahaga berbukit raga
Selempar tombak sejumput rerumputan
Selaksa ilalang sarat gerbang
Liur menjalar antara dua jembatan
Rebah raga sejenak rasa resah
Penat keringat mungkin niscaya
Usahlah merindu pada sekecap lontar
Marilah bercumbu untuk kelana
Sejengkal dua pulau tak terasa
Sekejap satu belah mata pun alamiah
Satu tambatan hati
Dua pelabuhan perantara
Tiga wana layak jejaki
Untuk segenap peluh kenikmatan
Kala segala kidung dahaga
Terasa kiranya sang putaran pasir
Mungkin terasa adanya purnama
Sekian awal bocah bulat bugil
Terhitung bukit gadis tertutup kabut malu
Kembali menanjak
Memutar kemudi kiri
Menuju gubuk bergoyang
Tempat sarang kembar madu
Hunian akrab sang peternak
Peluk merah tinju hitam


JALAN LURUS

Bermula insan bercinta
Untuk sekedar lepas cerita
Mungkin tidak hambar warta
Senantiasa pesona bayu bergaris
Tanggal pencaharian biasa
Kotak kayu berderet angka
Kurang memacu berahi raganya
Pun sederet gigi tersungging tak tepat
Kemas banda secepat hari purnama
Rebah segera roda empat tak berangin
Pintu surga asal membuka hari
Sujud sembah puja puji tuhan di bumi
Lepas ringan bibir bercinta cita
Enteng hidup nikmati persinggahan
Lakon lajang layak lenggang
Meminta seribu tiada seratus
Layak lepas lega lelaki
Wahana kotak kuat kini membumi rapat
Resah rusuh rasa rasio nelangsa
Pun tiada tanda suka cita
Warta kini tiba paku buwana
Sua suasana pada hamengku
Mentari tak terputus dua putaran
Kaki menderap air menyerap harum
Nyawa beterbangan menyisir garis
Kembali wangi dupa menebak rupa
Sekedar minum air keadaan
Tali kekang lekat ikat kepala
Tapak tapak tak bergeser utara
Renyah resah reda
Kunyah kedap kelapa
Bumi bima biasa
Lurus lurus lurus letusan lurus


SINGGALAJU

Kecap nikmat nuansa sri cempaka bernas
Genap tuntas satu putaran kertas
Balik kemudi pada telur di ujung tanduk kuning
Merebah harap cinta sri paduka bumi
Dua tarik hari segera berlari
Sejawat seatap segar menanti paku buwana
Reguk teguk segenap lestari hamengku alam
Sebelum waktu rubuh terik ketujuh lekas bergegas
Putaran berat besi menggelinding mengaduh
Hampar pematang gersang rimba timur dwipa
Serang sebrang segera atau hengkang bendera
Duhai dewata kemana harum dupamu kini


KARTOLEWO

Dia beranjak dari mimpinya
Berlari terus tekan tapak kaki
Toh perjalanan tiada henti menanti
Sederet tanya jawab ada disana
Dia meluruhkan raganya
Demi selaksa ilmu jawa dwipa
Untuk segenap nyata dunia
Karena hidup berilmu di perjalanan
Dia memiliki kehilangan
Pada sebuah keluh racunnya
Akan cinta ragawi sang rinjani
Lewat peka rasa inderawinya
Semesta jagad terteguk sekejap
Enteng hidup dalam eja wantah
Sekian banda tiada bertuah
Deret ukur sangkar madu tak berbuah
Kotak kayu berkaki tak terjangkau
Pesona indah suasana negeri terlewatkan
Hal ihwal tanpa terkejar pudar
Lembar lontar hendak dia kuliti
Membuka segar kedap suara
Membelah air redup nirlelah
Mengiris bekas sayat bilik hati
Rona rupa raut topeng khayali
Asa tak bersua pada pekanya
Menemupadankan kebendaan keniscayaan
Candra kirana dewi nirwana lelah upahnya
Larungkan pedang pamungkas waskita
Biarkan burung azali lirih berjali
Ambilkan kelapa muda untuk sekedar
Jalan lurus tujuan kesekian kali
Harum dupa keseharian tak mampu alihkan
Tiga gugusan layak perjalanan
Kaki kini kerap menagih janji
Dia dan mimpi pun akrab kembali

Tidak ada komentar: